Kamis (30/11), mahasiswa jurusan Ahwal Syakhshiyyah melakukan audiensi ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Kegiatan yang diikuti oleh 110 mahasiswa dari semua semester ini didampingi oleh Ahmad Shodikin, M.H.I, dan Ahmad Khalimi, M.Hum. Rombongan ini diterima langsung oleh Wiryanto, SH., MH. (Plt. Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi MK) dan Dr. H. Hasbi Hasan, S.H., M.H., (Ditjen Badilag Mahkamah Agung RI). Menurut Ahmad Shodikin selaku dosen yang ikut mendampingi, : “ Kegiatan ini merupakan kegiatan rutin Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) AS”. Tuturnya. Lebih lanjut beliau mengatakan: “Dengan adanya acara audiensi ini diharapkan mahasiswa dapat menggali sebanyak-banyaknya keilmuan terkait hukum di Indonesia langsung dari sumbernya. Sehingga menjadi pelengkap keilmuan yang diperoleh pada bangku perkuliahan”. Tutupnya.
Berbagai pertanyaan terlontar dari beberapa mahasiswa saat berkunjung ke Mahkamah Konstusi (MK). “Putusan MK itu final dan mengikat. Pertanyaan saya, apakah putusan MK harus benar-benar dilaksanakan kalau misalnya putusan MK itu tidak sesuai dengan norma-norma agama? ” kata Fajar Sodik salah seorang mahasiswa. Wiryanto menjelaskan bahwa putusan MK itu bersifat erga omnes. “Artinya putusan MK tidak hanya untuk Pemohon tetapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia,” tegas Wiryanto kemudian mengenai pertanyaan putusan MK tidak sesuai norma-norma agama, Wiryanto menerangkan bahwa MK itu tidak hanya mengacu pada norma agama. Menurutnya, ada norma-norma lainnya seperti norma kesopanan dan sebagainya.
Lebih lanjut Wiryanto menanggapi pertanyaan bila putusan MK tidak dijalankan. Ia menyebut MK bukanlah lembaga pengeksekusi putusan. “MK itu bukan sebagai lembaga yang mengeksekusi putusan karena putusan MK merupakan putusan norma. Kalau ada norma yang dibatalkan MK , sejatinya DPR harus mengubah, mengeluarkan undang-undang dan menyatakan norma itu tidak tercantum dalam undang-undang,” jelas Wiryanto.